Seni Tradisional Bantengan, adalah
sebuah seni pertunjukan budaya tradisi yang
menggabungkan unsur sendra tari, olah kanuragan, musik, dan
syair/mantra yang sangat kental dengan nuansa magis.
Pelaku Bantengan yakin bahwa permainannya akan
semakin menarik apabila telah masuk tahap “trans” yaitu
tahapan pemain pemegang kepala Bantengan menjadi
kesurupan arwah leluhur Banteng (Dhanyangan).
Seni Bantengan yang telah
lahir sejak jaman kerajaan jaman Kerajaan
Singasari (situs candi Jago – Tumpang)
sangat erat kaitannya dengan Pencak Silat. Walaupun pada masa kerajaan
Ken Arok tersebut bentuk kesenian bantengan belum seperti sekarang, yaitu
berbentuk topeng kepala bantengan yang menari. Karena gerakan tari yang
dimainkan mengadopsi dari gerakan Kembangan
Pencak Silat.
Tidak aneh memang, sebab pada
awalnya Seni Bantengan adalah unsure hiburan
bagi setiap pemain Pencak Silat setiap
kali selesai melakukan latihan rutin. Setiap grup Bantengan
minimal mempunyai 2 Bantengan seperti halnya satu pasangan yaitu Bantengan
jantan dan betina.
Walaupun berkembang dari kalangan perguruan Pencak Silat, pada saat
ini Seni Bantengan telah berdiri sendiri sebagai bagian seni tradisi sehingga
tidak keseluruhan perguruan Pencak Silat di Indonesia mempunyai Grup Bantengan
dan begitu juga sebaliknya.
Perkembangan kesenian Bantengan mayoritas berada di masyarakat
pedesaan atau wilayah pinggiran kota di daerah lereng pegunungan se-Jawa Timur
tepatnya Bromo-Tengger-Semeru, Arjuno-Welirang, Anjasmoro, Kawi dan
Raung-Argopuro.
Permainan kesenian bantengan dimainkan
oleh dua orang yang berperan sebagai kaki
depan sekaligus pemegang kepala bantengan dan pengontrol tari
bantengan serta kaki belakang yang juga berperan sebagai ekor bantengan. Kostum
bantengan biasanya terbuat dari kain hitam dan topeng yang berbentuk kepala
banteng yang terbuat dari kayu serta tanduk asli banteng.
Bantengan ini selalu diiringi oleh sekelompok orang yang memainkan
musik khas bantengan dengan alat musik berupa gong, kendang, dan lain-lain.
Kesenian ini dimainkan oleh dua orang laki-laki, satu di bagian depan sebagai
kepalanya, dan satu di bagian belakang sebagai ekornya. dan biasanya, lelaki
bagian depan akan kesurupan, dan orang yang di belakangnya akan mengikuti
setiap gerakannya.
Tak jarang orang di bagian belakang juga kesurupan. tetapi, sangat
jarang terjadi orang yang di bagian belakang kesurupan sedangkan bagian
depannya tidak. bantengan dibantu agar kesurupan oleh orang (laki-laki) yang
memakai pakaian serba merah yang biasa disebut abangan dan kaos hitam yang
biasanya di sebut irengan.
Bantengan juga selalu diiringi oleh macanan. kostum macanan ini
terbuat dari kain yang diberi pewarna (biasanya kuning belang oranye), yang
dipakai oleh seorang lelaki. macanan ini biasanya membantu bantengan kesurupan
dan menahannya bila kesurupannya sampai terlalu ganas. Namun tak jarang macanan
juga kesurupan.
Ornamen yang ada pada Bantengan yaitu :
·
Tanduk
(banteng, kerbau, sapi, dll)
·
Kepala
banteng yang terbuat dari kayu ( waru, dadap, miri, nangka, loh, kembang,
dll)
·
Mahkota
Bantengan, berupa sulur wayangan dari bahan kulit atau kertas
·
Klontong
(alat bunyi di leher)
·
Keranjang
penjalin, sebagai badan (pada daerah tertentu hanya menggunakan
kain hitam sebagai badan penyambung kepala dan kaki
belakang)
· Gongseng
kaki
· Keluhan
(tali kendali)
Dalam setiap pertunjukannya (disebut “gebyak”), Bantengan didukung
beberapa perangkat. Yaitu :
· Dua
orang Pendekar pengendali kepala bantengan (menggunakan tali tampar)
· Pemain
Jidor, gamelan, pengerawit, dan sinden. Minimal 1 (satu) orang pada setiap
posisi
· Sesepuh,
orang yang dituakan. Mempunyai kelebihan dalam hal memanggil leluhur Banteng
·
(Dhanyangan)
dan mengembalikannya ke tempat asal
·
Pamong
dan pendekar pemimpin yang memegang kendali kelompok dengan membawa kendali
yaitu Pecut (Cemeti/Cambuk)
· Minimal
ada dua Macanan dan satu Monyetan sebagai peran pengganggu bantengan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar